Selembar surat disudut Cakrawala
- Monologue
- 21 Jan 2020
- 1 menit membaca

"Apa kabar, Sedang apa kau hari ini, Ada cerita apa hari ini, Bagaimana harimu" begitu banyak yang ingin kutanyakan padamu, namun perasaan lebih memilih untuk membisu, Kita memang dua manusia yang terlanjur jatuh kedalam lingkar pertemanan. Tak lebih dan tak kurang, hanya saja aku yang terlalu berangan. Untukmu, aku ingin selalu menyanjung keindahan. Mencintaimu, aku berkubang dalam kenestapaan. Tak ada yang lebih indah dari bunga yang merekah disepanjang hari, mengawali pagi. Sebelum terbangun untuk mewujudkan mimpi. Wajahmu yang pertama hadir, dalam dunia mimpi maupun segala fiksi. Meskipun, kau menolak dengan begitu halus. Bahwa aku, hanya akan melihat bunga merekah itu dalam sekali waktu. Jika benar, aku akan menikmati indahnya sebelum datang hilangnya. Jika nanti, ada orang yang begitu bodohnya tega membuatmu jatuh dalam lubang kekalahan, atas rasa yang selama ini kalian ikat diatas harapan. Mengecap manis dari segala untaian kata, Pastikan bahwa aku terus menantimu jauh didepan. Perlahan, aku mulai melangkah meskipun tak sejalan, sebab aku sudah siapkan untukmu berjalan disisiku. Bersama, kita melangkah, muasal berbeda tetapi muara kita satu rupa. Ah, bodoh.. Aku selalu saja bermimpi, tetapi tak ada salahnya jika aku selalu bermimpi tentang rasa. Ada begitu banyak hal yang mungkin mereka bahkan kita lupa. Jika hati tak terbalas, rindu yang mengharap tak pernah berbekas. Izinkan aku menitipkan sebuah pesan di sudut cakrawala, untuk kau baca. Semoga harimu indah, ceritamu ada telinga yang mendengarkan, semoga kabarmu baik-baik disana. Aku masih menatapmu dari kejauhan, jarak yang membentang, seluas langit yang rindang dengan bintang, serta purnama malam yang datang. Dari tulisan ini, caraku untuk mengabadikan, tentangmu juga segenap perasaan.
Comments