Ku Baca Surat Kecil di Penghujung Malam
- Monologue
- 25 Mar 2020
- 1 menit membaca
Diperbarui: 28 Mar 2020
Pada bintang, ia datang untuk menemani sang bulan. Dibawah inar binarnya, ada ratapan penantian yang panjang. Angin menjadi akrab menemani hingga penghujung malam tiba. Mengepul sekelilingnya asap tembakau yang entah sudah berapa banyak ia bakar. Gitar di genggaman tangannya, tak juga terdengar salah satu instrumen nada yang keluar. Ia terdiam, seakan menyerah pada harapan yang dulu ia dambakan. Sejujurnya, masih banyak yang ingin aku tanyakan padamu, seperti kabar tentangmu, bagaimana magangmu, lalu ada cerita apa hari ini. Ah aku rasa mustahil, langit hari ini cerah, tidak ada lagi rintik hujan dan kesenduan. Meskipun sempat menghitam, ia kembali terang. Dalam kesunyian yang ku nikmati dalam dalam. Ada surat yang dititipkan pada heningnya malam, ku baca surat kecil itu dipenghujung malam. Ternyata darimu, tiap bait yang kau tulis mulai memanjakan Logika ku. Namun hatiku bersikeras tak ingin berlalu. Tak apa, akan ku paksa ia untuk berlalu. Tak mungkin aku melupakanmu, tak mungkin aku mengenangmu sebagai masa lalu. Sebab, kau yang ku pancang dalam dalam tak akan menjadi masa lalu yang perlahan menghilang. Aku dan kamu akan tetap berjalan, bersama. Bedanya, bukan berdampingan. Untukmu terkasih, terimakasih.
Ku jawab suratmu, ku titip surat ini di sudut cakrawala yang mulai membiru. Serta, semoga yang disemogakan bisa tersemogakan.
04:37WIB, Jakarta.
Comments